Peran Tauhid dalam Menghadapi Cobaan
Hidup ini adalah serangkaian ujian. Setiap napas, setiap langkah, tak luput dari potensi cobaan yang datang silih berganti. Terkadang ia datang dalam bentuk kehilangan, penyakit, kesulitan finansial, atau bahkan tekanan batin yang tak terlihat. Dalam menghadapi semua ini, tauhid, keyakinan akan keesaan Allah SWT, bukan hanya sekadar teori keagamaan, melainkan fondasi kokoh yang memberikan kekuatan, ketenangan, dan arah hidup. Tanpa tauhid, jiwa manusia akan mudah goyah dan tersesat dalam badai cobaan.
Tauhid mengajarkan kita bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini, baik kebaikan maupun musibah, adalah atas izin dan kehendak Allah SWT. Seperti firman Allah dalam Surah Al-Hadid ayat 22, "Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah." Ayat ini menegaskan bahwa segala musibah telah ditetapkan, menghilangkan kebingungan dan kekecewaan yang berlebihan karena kita tahu bahwa semua ini adalah bagian dari takdir ilahi. Keyakinan ini menumbuhkan sikap pasrah yang benar, bukan berarti tanpa usaha, tetapi berserah diri setelah mengerahkan segala daya upaya.
Pakar agama sering menekankan bahwa tauhid sejati menuntun kita untuk melihat cobaan sebagai bentuk kasih sayang dan ujian dari Allah.
Tentu, saya akan berikan satu nama pakar dan pernyataannya yang relevan dengan peran tauhid dalam menghadapi cobaan:
Seperti Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin (seorang ulama besar kontemporer dari Arab Saudi).
Dalam syarahnya terhadap hadis-hadis yang berkaitan dengan cobaan, Syekh Al-Utsaimin sering menekankan bahwa tauhid adalah kunci utama dalam menghadapi segala musibah. Beliau menjelaskan bahwa ketika seseorang benar-benar bertauhid, ia akan meyakini bahwa segala sesuatu berasal dari Allah SWT, dan bahwa cobaan adalah bagian dari takdir-Nya yang memiliki hikmah.
Salah satu poin penting yang beliau sampaikan adalah: "Apabila seorang hamba mengetahui bahwa segala urusan berada di tangan Allah, dan bahwa tidak ada yang dapat menimpanya kecuali apa yang telah Allah takdirkan, serta tidak ada yang dapat menghindarkannya dari musibah kecuali Allah, maka hatinya akan tenang dan ia akan bersandar sepenuhnya kepada Allah. Inilah buah dari tauhid yang benar dalam menghadapi cobaan."
Pernyataan ini mencerminkan inti dari apa yang telah dibahas sebelumnya, yaitu bagaimana tauhid memberikan ketenangan dan sandaran hanya kepada Allah di tengah badai cobaan. Penjelasan-penjelasan beliau banyak ditemukan dalam kitab-kitab syarah hadis dan rekaman ceramah beliau.
Dalam hadis riwayat Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah akan memberinya cobaan." Ini berarti cobaan bisa menjadi sarana penggugur dosa, peningkat derajat, dan bahkan cara Allah membersihkan hati hamba-Nya. Memahami ini membuat kita lebih bersabar dan berprasangka baik kepada Sang Pencipta.
Ketika cobaan melanda, tauhid mengarahkan hati dan pikiran kita hanya kepada Allah SWT. Kita tidak akan mencari pertolongan kepada selain-Nya, apalagi larut dalam keputusasaan yang melupakan kekuasaan-Nya. Hadis riwayat Tirmidzi dari Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW pernah bersabda, "Jika engkau meminta, mintalah kepada Allah. Jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah." Ini adalah inti dari tauhid rububiyah, yaitu meyakini bahwa hanya Allah yang mampu mendatangkan manfaat dan menolak mudarat. Dengan demikian, ketergantungan kita hanya kepada Allah, bukan kepada manusia atau materi.
Tauhid juga mengajarkan kita tentang hikmah di balik setiap cobaan. Tidak ada cobaan yang diberikan tanpa tujuan. Bisa jadi Allah ingin mengajarkan kita kesabaran, melatih kita menjadi pribadi yang lebih kuat, atau bahkan membukakan pintu rezeki dan kebaikan dari arah yang tak terduga. Surah Al-Baqarah ayat 155 menyatakan, "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar." Ayat ini mengisyaratkan bahwa kesabaran dalam menghadapi cobaan akan berbuah kebaikan, baik di dunia maupun di akhirat.
Selain itu, tauhid membentengi diri dari perasaan iri, dengki, dan putus asa ketika melihat orang lain tampak lebih beruntung. Kita menyadari bahwa setiap individu memiliki takdir dan ujiannya masing-masing. Fokus kita adalah pada ikhtiar dan tawakal kepada Allah, tanpa membandingkan diri dengan orang lain. Dengan begitu, hati menjadi lebih tenang dan terhindar dari penyakit hati yang merusak. Ini adalah manifestasi tauhid dalam penerimaan takdir individu.
Dalam kondisi terpuruk sekalipun, tauhid memberikan optimisme yang tak terbatas. Keyakinan bahwa Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan bahwa setelah kesulitan pasti ada kemudahan, adalah pegangan utama. Firman Allah dalam Surah Al-Insyirah ayat 5-6, "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan." Ayat ini adalah janji yang menghidupkan harapan, memotivasi kita untuk terus berusaha dan tidak menyerah. Ini menunjukkan bahwa tauhid adalah sumber harapan yang tak pernah padam.
Bagi seorang mukmin, cobaan adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Saat diuji, kita akan lebih sering berdoa, berdzikir, dan merenungi kebesaran-Nya. Hubungan dengan Sang Pencipta menjadi lebih erat dan mendalam. Ini adalah proses pendewasaan spiritual yang membentuk karakter muslim yang kokoh. Dari cobaan inilah lahir kedekatan spiritual yang hakiki.
Pada akhirnya, peran tauhid dalam menghadapi cobaan adalah membentuk pribadi yang kokoh, sabar, optimis, dan selalu bergantung hanya kepada Allah SWT, menjadikan setiap ujian sebagai tangga menuju derajat yang lebih tinggi di sisi-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar