My Beloved Daughter is Norma Wulan Kurniasih
">Hamil
dan melahirkan jadi dambaan bagi seorang yang berpredikat istri dan tidak
pernah menyalahi kodratnya. Begitu juga dengan aku walau dua kali gagal
mempertahankan kehamilan, harus tetap semangat dan optimis dalam
mewujudkan harapan ayah bundaku yang
ingin menimang cucu secepatnya. Begitu juga mewujudkan janji kami ketika menikah
untuk membangun sebuah keluarga yang sakinah mawadah warhomah.
Aku
sulung dari 3 bersaudara yang menikah di usia 25 tahun. Setelah menikah genap 3
bulan aku dinyatakan hamil. Alhamdulillah, hatiku berbunga bunga begitu juga
suamiku dan ayah bundaku. Ritual yang aku jalani hampir sama dengan ibu ibu
hamil lainnya. Sejak aku dinyatakan hamil aku rajin ke dokter kandungan, menjaga
pola makan, menjaga kesehatan, dan menjadi agak manja juga sering minta
perhatian.
Di
awal kehamilan alhamdulillah aku baik baik saja. Padahal biasanya banyak
ditemukan keluhan pada Bumil di tri wulan pertama kehamilannya. Prilaku saat
aku hamil yang aku ingat aku senang sekali makan semangka. Lalu perlahan tapi
pasti berat badanku bertambah. Aktivitasku tidak terganggu dengan kehamilan
ini. Aku benar benar menikmati kehamilanku yang pertama ini hingga usia
kandungan memasuki bulan ke 8.
Ya,
aku ingat dengan perut buncit dan gaun pesta ala Bumil, aku menghadiri undangan
pernikahan temanku. Banyak tamu yang aku kenal memberi ucapan selamat dan
mendoakan keselamatan diriku dan calon bayiku. Tapi apa yang terjadi? Allah
justru berkehendak lain. Bayi dalam kandunganku yang biasanya menyapaku dengan
sikut sana sini, atau menendang sayang bagian pinggul tubuhku, tak lagi
kurasakan. Bunda segera mengajakku ke dokter dan kulihat ada rasa cemas di
matanya, ketika aku lapor tentang calon bayiku.
Pemeriksaan
berjalan cukup lama waktu itu USG hanya ada di RS besar. Kandunganku hanya
dideteksi dengan alat yng menyalurkan gelombang suara. Dokter dengan tegas
menyatakaan bahwa calon bayiku sudah meninggal. Mataku terasa gelap dan dunia
seakan runtuh. Secepatnya bayi yang sudah tidak bernyawa itu harus dikeluarkan.
Suamiku,
ayah bunda dan kedua adikku menghiburku; “
Ikhlaskan ya, mungkin ini yang terbaik,” Aku sendiri sudah kehabisan
airmata, mataku sembab dan kepalaku rasanya melayang, mulutku tak henti
beristiqfar sambil kunikmati akibat dari obat pemacu agar kontraksi lebih
sering dan sang bayi segera keluar.
Ketika
dokter dan bidan yang membantuku memberi komando agar akun mengejan, aku
berharap mendengar suara tangisan bayi yang melengking, seperti yang sering
kulihat di sinetron. Ternyata tidak. Bayi itu memang sudah meninggal. Innalilahiwainailahi rojiun. Suamiku
memberi nama bayi ganteng itu “ Ibnu Faisal Hanif Mufida. Seorang anak lelaki
yang teguh dan berguna. Aku ikhlas ya
Allah semoga jihadku membuatMu ridha.
*****
Pasca
melahirkan anak pertama dokter berpesan agar aku jangan hamil dulu selama 6
bulan. Rahim perlu istirahat. Dan kami suami istri diminta untuk memeriksakan
diri dan mencari tahu penyebab kematian bayi pertamaku. Tapi belum genap 6
bulan. Menstruasiku berhenti. Ketika tes urine, aku positif hamil lagi.
Alhamdulillah sujud syukur ku panjatkan pada Allah. Aku lebih berhati hati
menjaganya. Bila di kehamilanku yang pertama aku biasa periksa di dokter
kandungan yang memiliki rumah bersalin saja, Saatnya kau periksa di Rumah sakit
umum yang lebih besar, agar segala sesuatunya bisa lebih baik lagi.
Dokter
memberi obat penguat rahim yang paten. Berharap bayiku sehat, dan bisa bertahan
di rahim hingga benar benar siap hidup di dunia. Ngidamku kali ini pun tidak
terlalu aneh. Sesekali aku ngiler juga dengan segarnya es kelapa muda. Ternyata
segernya itu membuatku ketagihan, sehingga hampir tiada hari tanpa es kelapa
muda di rumah. Padahal mitos mengatakan bahwa air kelapa tidak bagus untuk bayi
dalam kandungan.
Menginjak
usia kehamilan 6 bulan, dokter memeriksa
dengan USG. Terdeteksi berat bayiku dan posisinya yang sungsang. Dokter
menganjurkan agar aku mengikuti senam hamil, agar posisi bayiku normal, supaya
kelak bisa melahirkan normal. Usai pemeriksaan aku dirujuk untuk mengikuti
senam hamil, yang kebetulan hari itu ada jadwalnya. Bergabunglah aku. Tidak
pernah senam hamil sejak awal jadi aku merasa cukup melelahkan.
Selesai
senam aku pulang. Jarak rumah sakit ke rumahku cukup jauh dan untuk menghindari
macet aku pilih naik bajaj. Tanpa memperhitungakn getaran mesin bajaj yang
menggoyang perutku. Setiba di rumah ketika mau buang air kecil dan cuci kaki,
aku merasakan ada sesuatu yang menempel di CD ku semacam bekas cairan berwarana
merah jambu. Langsung aku cerita ke bunda.” Perutmu nyeri ngga Nduk?bunda balik
bertanya. Belum sempat kujawab bunda langsung memutuskan agar aku segera balik
ke rumah sakit.
Aku
akhirnya merasakan kontraksi yang lebih sering ketika perjalanan menuju ke
rumah sakit. Suamiku yang masih di kantor juga dihubungi. Kami hampir tiba di
rumah sakit dalam waktu yang bersamaan. Dokter jaga rumah sakit segera ambil
tindakan, memasukkan obat penguat rahim melalui tabung infus yang ada di
lenganku.
Sementara
aku ditangani oleh perawat, aku tidak mendengar apa yang dijelaskan dokter pada
suamiku dan bunda. Mereka menghampiriku dengan gugup dan berusaha menghiburku.
Entah mengapa aku langsung dibawa ke ruang bersalin; “ Apa mungkin bayiku akan lahir prematur?”batiku bertanya.
Sungguh
tak akan pernah aku lupakan, di saat kontraksi di perutku semakin mendera aku
tak tahan menahan mules dan ada yang mendesak di bawah perutku. Saat itu sedang
pergantian perawat jaga, sedang suamiku dan bunda tidak boleh masuk. Mereka
hanya mendengar rintihanku menahan sakit. Untuk mengurangi rasa sakit, aku
banyak bergerak dan ketika aku aku membalikkan badanku ke posisi miring, air
ketuban pecah dan aku berteriak memanggil perawat. Mereka tergopoh masuk
melakukan tidakan.
Ceprot
sisa air ketuban yang lebih banyak dan bayiku keluar bersamaan. Ku dengar
tangis perlahan, tubuhnya yang mungil dipenuhi bulu kalong, ada bercak biru di
kaki kirinya. Aku dalam keadaan sadar
jadi aku tahu bahwa berat badan bayiku 1,3 kg. Dengan keadaan paru parunya
belum sempurna.” Ya Allah kuatkan hatiku
untuk menerima kenyataan ini.” Aku telah melahirkan anak ke dua
Sehari
setelah melahirkan ASI ku keluar cukup deras, tapi mulut mungil itu tak sanggup
menikmatinya. Keadaannyapun tidak stabil. Dokter memutuskan aku boleh pulang
dan babyku dirawat sampai berat badannya cukup untuk bisa dirawat di rumah.
Dengan nahan rasa yang ngga karuan kutinggalkan si gantengku itu di RS. Suamiku
memberinya nama Ibnu Alit Kartika Bintara.
Bunda,
adikku dan suamiku tiap hari bolak balik ke RS tempat babyku dirawat, mengirim
ASI dan kebutuhan lainnya. Hari penuh harap cemas kulalui sekitar 2 minggu.
Segala macam obat yang bisa mempertahankan dia hidup sudah dicoba. Kembali aku
tak kuasa melawan takdir. Allah mengambilnya. Buku tentang perawatan bayi
prematur yang kubaca dan kupelajari tidak bisa kupraktekkan saat itu.
******
Duakali hamil dua kali kehilangan, sungguh menyakitkan bagi orang yang tidak
beriman. Alhamdulillah aku tidk stress. Aku masih punya harapan dan
berprasangka baik padaNya. Aku harus hati hati dan tidak trauma untuk bisa
hamil lagi demi mendapatkan buah hati. Aku dan suami rajin konsultasi dari
dokter kandungan yang satu ke dokter kandungan yang lainnya. Ada teman yang
menyarankan ke Dr A itu bagus, aku turuti. Ke Dr C katanya canggih dan banyak
yang berhasil ya, aku coba. Kami berdua menjalani pemeriksaan untuk mengetahui
penyebabnya. Apakah dari faktor internal atau eksternal. Menjalani berbagai
pemeriksaan dan mengikuti apa yang disarankan membuahkan hasil. Dua tahun
setelah peristiwa kehilangan itu, aku dipercaya Allah hamil lagi.
Alhamdulillah. “Wah ini yang ketiga loh
nduk, harus esktra hati hati!” pesan bunda wanti wanti.
Menjaga
kehamilan ini jadi prioritas dalam hidupku, menjelang usia bulan ke 5 aku harus
bedrest. Istirahat total dari pekerjaan kantor dan hanya mengerjakan yang
ringan ringan saja. Bagiku ini kadang
membosankan. Rasanya tak sabar ingin
melihat bayiku lahir, sehat dan tumbuh normal.
Masa
kehamilanku kali ini, aku begitu tenang, ngga ada rasa was was rajin ke dokter
dan sesekali kuselingi mengunjungi bidan yang tinggal ngga jauh dari rumah.
Malah aku berpikiran positif dan yakin kali ini aku akan dipercaya Allah
mendapat momongan. Aku berharap kalau ngga ada kelainan aku mau melahirkan
dibantu bidan.
Perkiraanku
melahirkan sudah dekat. Malam itu aku periksa ke dokter. Senyum dokter dan
ucapannya melegakan hatiku;”Tinggal
tunggu waktu semua baik baik saja.”. Pagi usai sholat subuh, aku berniat
jalan cepat dan berlatih pernafasan sesuai yang dianjurkan dokter. Tapi belum
sempat aku melangkahan kaki ke luar rumah, aku merasa ada yang basah di sela
pahaku. Apakah ini tanda air ketuban sudah pecah?
Karena
suamiku sedang ke luar kota, bunda menyarankan aku agar ke Bidan tetangga dulu
supaya diperiksa nanti baru ke RS. Aku hanya ditemani pembantu jalan kaki
menuju rumah bu bidan. Kusempatkan minum madu dan makan pisang ambon sebelum
berangkat. Bu bidan memeriksa dengan sigap;”
Mau ke RS atau saya bantu? Sudah mbuka tinggal siap mengejan saja insyaallah
lancar. Siap ya?
“ Yang terbaik saja Bu,”
Jawabku tenang. Sementara asisten bidan menyiapkan segala sesuatu, Bu bidan
dengan santai mengajakku ngobrol, hingga saatnya ia memberi perintah agar aku
mengambil nafas dalam dalam dan mengejan.Bayi mungil perempuan dengan berat 3,2
kg menangis keras. Ayah bunda yang menunggu di luar sejak tadi pasti bahagia
mendengarnya.
“Alhamdulillah ya Allah akhirnya,
Kau beri aku kesempatan menjadi seorang ibu di dunia ini.”
Kupandangi bayi mungil berambut lebat dengan kulit agak gelap. Cantiknya
bidadariku. Kunikmati pertama kali lidahnya yang kasar menyentuh putingku. Kau
menyatu dengan Ibu di alam dunia. Betapa bahagianya jadi Ibu dan hampir tidak
percaya. Bayi yang selama ini kubawa kesana kemari di dalam perutku sekarang
ada dalam dekapanku menyatu bersama nafasku.
******
Norma
Wulan Kurniasih, nama cantik pemberian bunda untuk buah hatiku. Hampir semua
perkembangannya kudokumentasikan. Makanan kesukaannya, lagu anak anak yang
dihafal. “Perkembangan motorik dan lagak
gayamu semua terekam indah di memori ibu, Nak. Kau dari tahun ke tahun tumbuh sehat dan hampir tidak pernah sakit.
Ibu sangat bersyukur mendapat amanah dari
Allah untuk menjagamu.” Itu kalimat terakhir yang kutulis di diaryku.
Andai
Allah memberinya umur panjang saat ini ia sudah menyelesaikan kuliahnya. Tapi
Allah pun begitu menyayangi buah hatiku. Tepat usianya 4 tahun dua bulan nyamuk
nakal meregutnya. Allah masih mengujiku. Ibu menyesali diri atas keteledoran
yang kuperbuat. Aku terlena dengan pekerjaan dan tidak waspada adanya bahaya
penyakit Demam Berdarah.
Tiga
buah hatiku ada dalam genggaman Allah sang Maha Kuasa. Aku sudah diberi
kesempatan untuk hamil, melahirkan dan merawatnya walau sekejab. Terima kasih
ya Allah masih Kau izinkan aku bahagia menerimah hadiah terindah dariMu.
Akkhhh...sungguh perjalanan bathin yg sarat makna ya mak :)
BalasHapusBegitulh cara Allah menguji umatNya.Any way makasih Mak sdh singgah
BalasHapusTulisannya keren dan panjang banget. Semoga keluar sebagai Pemenang ya, As. Bunda juga pengen ikutan nih, tapi bingung mau cerita mulai dari mana, hehe...
BalasHapusHehe kepanjangan ya Bunda? terima kasih sudah singgah..hamil, melahirkan sungguh sesuatu ya bunda
Hapuswah hebat perjuangan bunda menjadi inspirasi bagi penulis pemula
BalasHapusTerharu sekali bunda
BalasHapusMembaca tulisan bunda...emosi saya terbawa kedalamnya. Keren bun..👍
BalasHapusEnak ya bu ceritanya jd pingin nulis kisah sendiri semua...
BalasHapusTerharu. Sabar ya bund
BalasHapusTerharu. Sabar ya bund
BalasHapusMenarik enak dibaca, tapi haru dihati.
BalasHapus