My Beloved Daughter is Norma Wulan Kurniasih

astutiamudjono.wordpress.com | Sabtu, November 22, 2014 | |
">Hamil dan melahirkan jadi dambaan bagi seorang yang berpredikat istri dan tidak pernah menyalahi kodratnya. Begitu juga dengan aku walau dua kali gagal mempertahankan kehamilan, harus tetap semangat dan optimis dalam mewujudkan  harapan ayah bundaku yang ingin menimang cucu secepatnya. Begitu juga mewujudkan janji kami ketika menikah untuk membangun sebuah keluarga yang sakinah mawadah warhomah.

 

 Aku sulung dari 3 bersaudara yang menikah di usia 25 tahun. Setelah menikah genap 3 bulan aku dinyatakan hamil. Alhamdulillah, hatiku berbunga bunga begitu juga suamiku dan ayah bundaku. Ritual yang aku jalani hampir sama dengan ibu ibu hamil lainnya. Sejak aku dinyatakan hamil aku rajin ke dokter kandungan, menjaga pola makan, menjaga kesehatan, dan menjadi agak manja juga sering minta perhatian.



Di awal kehamilan alhamdulillah aku baik baik saja. Padahal biasanya banyak ditemukan keluhan pada Bumil di tri wulan pertama kehamilannya. Prilaku saat aku hamil yang aku ingat aku senang sekali makan semangka. Lalu perlahan tapi pasti berat badanku bertambah. Aktivitasku tidak terganggu dengan kehamilan ini. Aku benar benar menikmati kehamilanku yang pertama ini hingga usia kandungan memasuki bulan ke 8.



Ya, aku ingat dengan perut buncit dan gaun pesta ala Bumil, aku menghadiri undangan pernikahan temanku. Banyak tamu yang aku kenal memberi ucapan selamat dan mendoakan keselamatan diriku dan calon bayiku. Tapi apa yang terjadi? Allah justru berkehendak lain. Bayi dalam kandunganku yang biasanya menyapaku dengan sikut sana sini, atau menendang sayang bagian pinggul tubuhku, tak lagi kurasakan. Bunda segera mengajakku ke dokter dan kulihat ada rasa cemas di matanya, ketika aku lapor tentang calon bayiku.



Pemeriksaan berjalan cukup lama waktu itu USG hanya ada di RS besar. Kandunganku hanya dideteksi dengan alat yng menyalurkan gelombang suara. Dokter dengan tegas menyatakaan bahwa calon bayiku sudah meninggal. Mataku terasa gelap dan dunia seakan runtuh. Secepatnya bayi yang sudah tidak bernyawa itu harus dikeluarkan.



Suamiku, ayah bunda dan kedua adikku menghiburku; “ Ikhlaskan ya, mungkin ini yang terbaik,” Aku sendiri sudah kehabisan airmata, mataku sembab dan kepalaku rasanya melayang, mulutku tak henti beristiqfar sambil kunikmati akibat dari obat pemacu agar kontraksi lebih sering dan sang bayi segera keluar.



Ketika dokter dan bidan yang membantuku memberi komando agar akun mengejan, aku berharap mendengar suara tangisan bayi yang melengking, seperti yang sering kulihat di sinetron. Ternyata tidak. Bayi itu memang sudah meninggal. Innalilahiwainailahi rojiun. Suamiku memberi nama bayi ganteng itu “ Ibnu Faisal Hanif Mufida. Seorang anak lelaki yang teguh dan berguna.  Aku ikhlas ya Allah semoga jihadku membuatMu ridha.



*****



Pasca melahirkan anak pertama dokter berpesan agar aku jangan hamil dulu selama 6 bulan. Rahim perlu istirahat. Dan kami suami istri diminta untuk memeriksakan diri dan mencari tahu penyebab kematian bayi pertamaku. Tapi belum genap 6 bulan. Menstruasiku berhenti. Ketika tes urine, aku positif hamil lagi. Alhamdulillah sujud syukur ku panjatkan pada Allah. Aku lebih berhati hati menjaganya. Bila di kehamilanku yang pertama aku biasa periksa di dokter kandungan yang memiliki rumah bersalin saja, Saatnya kau periksa di Rumah sakit umum yang lebih besar, agar segala sesuatunya bisa lebih baik lagi.



Dokter memberi obat penguat rahim yang paten. Berharap bayiku sehat, dan bisa bertahan di rahim hingga benar benar siap hidup di dunia. Ngidamku kali ini pun tidak terlalu aneh. Sesekali aku ngiler juga dengan segarnya es kelapa muda. Ternyata segernya itu membuatku ketagihan, sehingga hampir tiada hari tanpa es kelapa muda di rumah. Padahal mitos mengatakan bahwa air kelapa tidak bagus untuk bayi dalam kandungan.



Menginjak usia kehamilan 6 bulan, dokter memeriksa  dengan USG. Terdeteksi berat bayiku dan posisinya yang sungsang. Dokter menganjurkan agar aku mengikuti senam hamil, agar posisi bayiku normal, supaya kelak bisa melahirkan normal. Usai pemeriksaan aku dirujuk untuk mengikuti senam hamil, yang kebetulan hari itu ada jadwalnya. Bergabunglah aku. Tidak pernah senam hamil sejak awal jadi aku merasa cukup melelahkan.



Selesai senam aku pulang. Jarak rumah sakit ke rumahku cukup jauh dan untuk menghindari macet aku pilih naik bajaj. Tanpa memperhitungakn getaran mesin bajaj yang menggoyang perutku. Setiba di rumah ketika mau buang air kecil dan cuci kaki, aku merasakan ada sesuatu yang menempel di CD ku semacam bekas cairan berwarana merah jambu. Langsung aku cerita ke bunda.” Perutmu nyeri ngga Nduk?bunda balik bertanya. Belum sempat kujawab bunda langsung memutuskan agar aku segera balik ke rumah sakit.



Aku akhirnya merasakan kontraksi yang lebih sering ketika perjalanan menuju ke rumah sakit. Suamiku yang masih di kantor juga dihubungi. Kami hampir tiba di rumah sakit dalam waktu yang bersamaan. Dokter jaga rumah sakit segera ambil tindakan, memasukkan obat penguat rahim melalui tabung infus yang ada di lenganku.



Sementara aku ditangani oleh perawat, aku tidak mendengar apa yang dijelaskan dokter pada suamiku dan bunda. Mereka menghampiriku dengan gugup dan berusaha menghiburku. Entah mengapa aku langsung dibawa ke ruang bersalin; “ Apa mungkin bayiku akan lahir prematur?”batiku bertanya.



Sungguh tak akan pernah aku lupakan, di saat kontraksi di perutku semakin mendera aku tak tahan menahan mules dan ada yang mendesak di bawah perutku. Saat itu sedang pergantian perawat jaga, sedang suamiku dan bunda tidak boleh masuk. Mereka hanya mendengar rintihanku menahan sakit. Untuk mengurangi rasa sakit, aku banyak bergerak dan ketika aku aku membalikkan badanku ke posisi miring, air ketuban pecah dan aku berteriak memanggil perawat. Mereka tergopoh masuk melakukan tidakan.



Ceprot sisa air ketuban yang lebih banyak dan bayiku keluar bersamaan. Ku dengar tangis perlahan, tubuhnya yang mungil dipenuhi bulu kalong, ada bercak biru di kaki kirinya. Aku dalam keadaan sadar  jadi aku tahu bahwa berat badan bayiku 1,3 kg. Dengan keadaan paru parunya belum sempurna.” Ya Allah kuatkan hatiku untuk menerima kenyataan ini.”  Aku telah melahirkan anak ke dua



Sehari setelah melahirkan ASI ku keluar cukup deras, tapi mulut mungil itu tak sanggup menikmatinya. Keadaannyapun tidak stabil. Dokter memutuskan aku boleh pulang dan babyku dirawat sampai berat badannya cukup untuk bisa dirawat di rumah. Dengan nahan rasa yang ngga karuan kutinggalkan si gantengku itu di RS. Suamiku memberinya nama Ibnu Alit Kartika Bintara.



Bunda, adikku dan suamiku tiap hari bolak balik ke RS tempat babyku dirawat, mengirim ASI dan kebutuhan lainnya. Hari penuh harap cemas kulalui sekitar 2 minggu. Segala macam obat yang bisa mempertahankan dia hidup sudah dicoba. Kembali aku tak kuasa melawan takdir. Allah mengambilnya. Buku tentang perawatan bayi prematur yang kubaca dan kupelajari tidak bisa kupraktekkan saat itu.



******



Duakali hamil dua kali kehilangan, sungguh menyakitkan bagi orang yang tidak beriman. Alhamdulillah aku tidk stress. Aku masih punya harapan dan berprasangka baik padaNya. Aku harus hati hati dan tidak trauma untuk bisa hamil lagi demi mendapatkan buah hati. Aku dan suami rajin konsultasi dari dokter kandungan yang satu ke dokter kandungan yang lainnya. Ada teman yang menyarankan ke Dr A itu bagus, aku turuti. Ke Dr C katanya canggih dan banyak yang berhasil ya, aku coba. Kami berdua menjalani pemeriksaan untuk mengetahui penyebabnya. Apakah dari faktor internal atau eksternal. Menjalani berbagai pemeriksaan dan mengikuti apa yang disarankan membuahkan hasil. Dua tahun setelah peristiwa kehilangan itu, aku dipercaya Allah hamil lagi. Alhamdulillah. “Wah ini yang ketiga loh nduk, harus esktra hati hati!” pesan bunda wanti wanti.



Menjaga kehamilan ini jadi prioritas dalam hidupku, menjelang usia bulan ke 5 aku harus bedrest. Istirahat total dari pekerjaan kantor dan hanya mengerjakan yang ringan ringan saja. Bagiku ini  kadang membosankan. Rasanya tak sabar  ingin melihat bayiku lahir, sehat dan tumbuh normal.



Masa kehamilanku kali ini, aku begitu tenang, ngga ada rasa was was rajin ke dokter dan sesekali kuselingi mengunjungi bidan yang tinggal ngga jauh dari rumah. Malah aku berpikiran positif dan yakin kali ini aku akan dipercaya Allah mendapat momongan. Aku berharap kalau ngga ada kelainan aku mau melahirkan dibantu bidan.



Perkiraanku melahirkan sudah dekat. Malam itu aku periksa ke dokter. Senyum dokter dan ucapannya melegakan hatiku;”Tinggal tunggu waktu semua baik baik saja.”. Pagi usai sholat subuh, aku berniat jalan cepat dan berlatih pernafasan sesuai yang dianjurkan dokter. Tapi belum sempat aku melangkahan kaki ke luar rumah, aku merasa ada yang basah di sela pahaku. Apakah ini tanda air ketuban sudah pecah?



Karena suamiku sedang ke luar kota, bunda menyarankan aku agar ke Bidan tetangga dulu supaya diperiksa nanti baru ke RS. Aku hanya ditemani pembantu jalan kaki menuju rumah bu bidan. Kusempatkan minum madu dan makan pisang ambon sebelum berangkat. Bu bidan memeriksa dengan sigap;” Mau ke RS atau saya bantu? Sudah mbuka tinggal siap mengejan saja insyaallah lancar. Siap ya?



“ Yang terbaik saja Bu,” Jawabku tenang. Sementara asisten bidan menyiapkan segala sesuatu, Bu bidan dengan santai mengajakku ngobrol, hingga saatnya ia memberi perintah agar aku mengambil nafas dalam dalam dan mengejan.Bayi mungil perempuan dengan berat 3,2 kg menangis keras. Ayah bunda yang menunggu di luar sejak tadi pasti bahagia mendengarnya.



“Alhamdulillah ya Allah akhirnya, Kau beri aku kesempatan menjadi seorang ibu di dunia ini.” Kupandangi bayi mungil berambut lebat dengan kulit agak gelap. Cantiknya bidadariku. Kunikmati pertama kali lidahnya yang kasar menyentuh putingku. Kau menyatu dengan Ibu di alam dunia. Betapa bahagianya jadi Ibu dan hampir tidak percaya. Bayi yang selama ini kubawa kesana kemari di dalam perutku sekarang ada dalam dekapanku menyatu bersama nafasku.



******



Norma Wulan Kurniasih, nama cantik pemberian bunda untuk buah hatiku. Hampir semua perkembangannya kudokumentasikan. Makanan kesukaannya, lagu anak anak yang dihafal. “Perkembangan motorik dan lagak gayamu semua terekam indah di memori ibu, Nak. Kau dari tahun ke tahun  tumbuh sehat dan hampir tidak pernah sakit. Ibu sangat bersyukur mendapat amanah dari Allah untuk menjagamu.” Itu kalimat terakhir yang kutulis di diaryku.



Andai Allah memberinya umur panjang saat ini ia sudah menyelesaikan kuliahnya. Tapi Allah pun begitu menyayangi buah hatiku. Tepat usianya 4 tahun dua bulan nyamuk nakal meregutnya. Allah masih mengujiku. Ibu menyesali diri atas keteledoran yang kuperbuat. Aku terlena dengan pekerjaan dan tidak waspada adanya bahaya penyakit Demam Berdarah.



Tiga buah hatiku ada dalam genggaman Allah sang Maha Kuasa. Aku sudah diberi kesempatan untuk hamil, melahirkan dan merawatnya walau sekejab. Terima kasih ya Allah masih Kau izinkan aku bahagia menerimah hadiah terindah dariMu.


“Tulisan ini diikutsertakan dalam GA Hamil dan Melahirkan ala Bunda Salfa”



 




11 komentar:

  1. Akkhhh...sungguh perjalanan bathin yg sarat makna ya mak :)

    BalasHapus
  2. Begitulh cara Allah menguji umatNya.Any way makasih Mak sdh singgah

    BalasHapus
  3. Tulisannya keren dan panjang banget. Semoga keluar sebagai Pemenang ya, As. Bunda juga pengen ikutan nih, tapi bingung mau cerita mulai dari mana, hehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe kepanjangan ya Bunda? terima kasih sudah singgah..hamil, melahirkan sungguh sesuatu ya bunda

      Hapus
  4. wah hebat perjuangan bunda menjadi inspirasi bagi penulis pemula

    BalasHapus
  5. Membaca tulisan bunda...emosi saya terbawa kedalamnya. Keren bun..👍

    BalasHapus
  6. Enak ya bu ceritanya jd pingin nulis kisah sendiri semua...

    BalasHapus
  7. Menarik enak dibaca, tapi haru dihati.

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...