Ustadzah Juga Manusia

astutiamudjono.wordpress.com | Jumat, Mei 24, 2024 |

Ustadzah Juga Manusia

Oleh:Sri Sugiastuti 

                                                         
Kata orang, hidup ini penuh dengan kesedihan dan kemurungan, maka kujawab: “Tersenyumla!
Biarkan lah kemurungan hanya terjadi di langit
(saat sedang mendungnya).”

Untaian kalimat itu begitu menghibur hati seorang ustadzah yang sedang galau. Saat ini ia perlu cooling down. Sejak peristiwa getir  menimpanya, sangat sulit bagi ustadzah itu untuk tersenyum dan melupakan masalah yang menghimpitnya. Ia memilih intropeksi dan merenungi nasibnya yang saat ini amat menohok hati dan pikirannya. “Mengapa peristiwa itu harus menimpa keluargaku? Dosa apakah yang aku perbuat hingga anakku menerima cobaan seperti ini. Yaa Allah ampuni aku sebagai manusia yang lemah, hamba-Mu yang sering dzalim, ciptaanMu yang kerap alpa, dan mau menang sendiri.” Tak sanggup rasanya ia menerima cobaan ini

“Mengapa Kau timpakan masalah yang begitu berat. Aku malu ya Allah. Aku seorang ustadzah yang selalu memberi dakwah, jadi panutan, sebagai orang yang berilmu agama lebih, dibanding orang awam, aku seorang ustadzah yang bisa mengayomi keluarga, dan jamaahnya. Apa aku masih bisa mengemban predikat itu setelah terjadi masalah yang tidak siap kuhadapi.” Rintihan itu selalu disampaikan pada Allah yang Maha Mengatur. Saat malam sepi dalam munajatnya.

Ustadzah itu mengawali  kariernya sebagai guru SD, lalu ia melanjutkan kuliah di IAIN dan mengambil jurusan dakwah Islam. Sehingga ia memiliki dua profesi, sebagai guru SD sekaligus Ustadzah yang sering memberi ceramah pencerahan dan ilmu-ilmu agama lslam dari mulai Fikhih hingga Tauhid. Ketekunannya dalam mengkaji ilmu agama, sikapnya yang jadi panutan sebagai seorang guru, keluarga yang jadi teladan tetangga di kanan-kirinya, seakan melengkapi kebahagiaannya dalam hidupnya ketika harus berjuang di jalan Allah.

Buku karangan Dr. Aidh ‘Abdullah Al-Qarni yang berjudul “Jadilah Wanita yang paling Bahagia” sudah menjadi referensi wajib untuk memberi pencerahan pada dirinya sendiri maupun pada jamaahnya. Ia juga selalu menjadikan Al Qur’an dan As Sunnah sebagai landasan hidupnya. Ia bisa memberikan pencerahan dan memotivasi para ibu dan jamaah lain agar bisa menjadi wanita yang paling berbahagia dengan mensyukuri apa yang sudah mereka dapatkan. Baik bentuknya berupa materi maupun dalam bentuk-bentuk nikmat yang lain. Yang amat sulit untuk bisa menghitungnya. Karena begitu banyak nikmat Allah yang diberikan pada umat-Nya.

“Tapi mengapa ketika musibah itu datang, aku colaps, protes, mutung, dan menghujat Allah yang telah membuat aku masih bisa bernafas sampai  detik ini. Aib, aib , aib itu telah menghancurkan karierku. Aku tidak bisa menjaga anak gadisku.” Dalam batinnya selalu ada nada protes pada Allah.
 Gadis manisnya baru klas dua MAN (Madrasah Aliyah Negeri). Dia dilarikan oleh  orang tidak dikenal selama tiga hari. Kami menemukan Qumairoh di hotel klas Melati di luar kota dalam keadaan linglung. Anak gadisnya yang tidak pernah mengenal cowok sedikit pun selain ayah dan adik laki-lakinya, Qumairoh yang berjilbab sejak mulai mensturasi, anak yang sudah qatam Al Qur’an berkali-kali dan tartil bacaannya begitu indah, anak gadisnya yang gadang-gadang bisa meneruskan kariernya sebagai ustadzah. Dia diperkosa oleh laki-laki yang sama sekali tidak dikenalnya.
“ Ya Allah dosa apa yang sudah aku perbuat, hingga kau timpakan azab ini pada keluargaku? Bagaimana orang akan memandangku sebagai teladan bila aku tak bisa menjaga anak gadisku? Apa yang harus hamba lakukan ya Allah? Sungguh ini ujian  teramat berat yang harus kualami.” Ratapan itu tak pernah absen dalam munajatnya.

“Beban dan aib ini benar-benar menghimpit hatiku, hingga tidak enak tidur, tidak enak makan, di sekolah gerah, di rumah sumpek. Ingin rasanya lari dari semua masalah itu, kalau perlu mengakhiri hidup ini. Biar rasa malu itu hilang. Ini salahku, ini dosaku, ini kelalaianku, ini bukti ketidak-pedulianku pada anak gadisku, ini wujud kegagalanku dalam memjaga anak gadisku.” Perasaan bersalah masih saja menghantui pikirannya. Ia jadi menutup diri dan jarang memberikan kajian. Kegiatan dakwahnya terhenti..

Walau suaminya menangani masalah ini dengan serius. Menelusuri awal hingga terjadinya peristiwa yang penuh dengan aib itu. Menenangkan hatinya bahwa semua akan baik-baik saja.Tapi tetap ustadzh itu tidak bisa membayangkan betapa shocknya mental anaknya, hancur masa depannya, kejadian memalukan itu pasti akan membekas terus selama hidupnya.
“Abi harus  menempuh jalur hukum. Pemerkosa itu akan terjerat pasal KUHP yang cukup berat. “ Hibur suaminya
Hukuman yang akan ditimpakan pada si pemerkosa tetap saja tidak akan mengembalikan mental dan keutuhan anak gadisnya Walau keluarga si pemerkosa secara kekeluargaan sudah meminta maaf. Bahkan bersedia menikahi anak gadisnya. Keluarga ustadzah itu tidak sudi, dan tak rela, keluarga itu tidak ikhlas lahir batin. Kejadian ini membuat hati dan perasaan  Qumairoh hancur.
“Maafkan Umi dan Abi ya Nak! Umi tidak bisa menjagamu dengan baik. Sayang, Umi yakin kau bisa mengatasi masalah ini. Umi berharap kau tegar Nak, Umi akan bantu kau melupakan kejadian biadab itu. Kau akan menatap masa depan yang sudah kau petakan dalam hidupmu lengkap dengan langkah dan planning hidupmu. Kau tetap akan bisa melanjutkan sekolahmu dengan baik lalu kau akan kuliah di Al Azhar Kairo Nak. Percaya Nak semua yang jadi cita-citamu tidak akan berantakan hanya karena laki-laki biadab itu.” Ibu yang sedang hancur hatinya itu berusaha tetap tersenyum menghadapi kekecewaan dan malangnya nasib. Walau sebenarnya sang ibu sangat terpukul tapi ucapan yang keluar dari mulutnya begitu menentramkan hati anak gadisnya.
  Aku harus tetap memberinya semangat hidup. Agar bisa menghadapi masalah ini secara proporsional. Masa depannya ngga boleh hitam legam, badai ini akan segera berlalu.” Akal sehatnya bisa berpikir cerdas.
“Abi tolong tutupi aib ini agar jangan sampai pihak sekolah dan guru-guru mengetahui apa yang telah menimpa keluarga kita” Pesan Ustadzah itu pada suaminya.
Tapi serapat-rapatnya aib ini ditutup, wong yang namanya dinding pun bertelinga, maka berita itu cepat sekali menyebar di sekolah dan menjadi hot news selama berminggu-minggu. Keluarga itupun harus bisa menenrima segala macam gunjingan dari banyak pihak. Sebuah resiko ketika tertimpa musibah yang harus dihadapi.
Sementara anak gadisnya harus menjalani pengobatan di trauma centre yang khusus menangani anak-anak yang mengalami pemerkosaan. Kepercayaan dirinya sedikit demi sedikit muncul, keinginan hidupnya semakin terlihat, Dia mulai tersenyum ketika dijenguk oleh teman-temannya, dan pada akhirnya dia mau sekolah lagi.
“Alhamdulillah ya Allah. Kau beri kesempatan pada anak gadisku melupakan kejadian jahanam itu. Semoga kami bisa mewujudkan apa yang menjadi mimpinya. Ya Allah hanya kepada-mu lah kmi berharap.” Rasa percaya diri yang tumbuh di hati anaknya pasca penyembuhan di trauma-centre membuat hati sang Bunda sejuk.

Qumairoh terpaksa pindah sekolah. Di sekolah ia harus menyesuaikam diri. Bila ia tetap di sekolah yang lama batinnya tertekan. Ada salah  ada salah satu siswa yang secara tidak langsung terlibat dengan pemerkosaan itu. Hal ini akan mengingatkan dia pada kejadian yang seharusnya dilupakan.
“ Qumairoh  yang tegar ya Nak, semua akan baik-baik saja. Allah sayang sekali padamu, Nak. Kau diberi ujian yang begitu berat dalam menggapai asamu. Abi yakin semua ini tidak akan mengubah peta hidupmu. Selagi kau masih punya mimpi dan memperjuangkannya insyaallah semua itu bisa kau raih. Umi dan Abi akan selalu mendoakanmu dan memminta agar kau kelak selamat di dunia dan akherat.” Tak lelah Abinya memberi semangat hidup untuk anak gadisnya.
Sang Ayah lebih tegar dan arif dalam menirima ujian ini. Sedang sang ibu sangat sulit mengenyahkan bayang masa depan yang suram bagi anak gadisnya yang telah direnggut masa depannya oleh pria yang tak bertanggung jawab.
“Aku butuh waktu Abi,  Aku belum berani ke luar rumah, apalagi mengisi pengajian rutin seperti dulu. Jiwaku  masih sakit. Batinku sering menangis bila mengingat kejadian itu. Walau si pelaku sudah dihukum tetap saja perasaan seorang ibu masih tercabik-cabik. Beri aku waktu untuk bisa melupakan kejadian itu.” Selalu saja sang Ustadzah menolak ajakan suaminya agar ia bisa bangkit lagi seperti dulu.
 Sang Suami tak pernah  putus asa; “Ayolah Umi, kau harus bangkit. Tidak boleh tenggelam terlalu lama dalam masalah yang sudah bisa diatasi dengan baik. Kami butuh Umi. Mana Umi yang dulu yang paham betul bagaimana menjadi wanita yang paling bahagia dunia akherat. Sapalah dunia dengan ibadahmu, ilmumu, ketawaduanmu, kepedulianmu terhadap sesama. Abi rindu semua itu Umi!” Pintanya pada sang istri

Perlahan hatinya mencair.”Ya Abi benar. Untuk apa aku terkungkung dalam ikatan setan yang bertepuk tangan, karena dia telah berhasil menghalangiku untuk berdakwah, untuk mengisi pengajian rutin yang sudah kubina bertahun-tahun. Syaiton nguntit aku terus menerus. Sehingga aku melihat antara yang benar dan yang salah jadi beda tipis sekali. Begitu lah pintar-pintarnya setan yang masuk ke relung hatiku dan mempermainkan perasaanku. Sehingga aku untuk sesaat melupakan Allah, terlena dengan rasa takut, was-was dan khawatir yang berkepanjangan.”

“Ah…! Aku harus bisa melawannya. Ada air wudhu yang bisa menyejukkan hatiku, ada buku “Riyadhus Shalihin” yang penuh dengan hikmah, ada komunitas fbku  yang membuatku selalu berada di lingkungan orang-orang yang seiman dan berlomba dalam kebaikan. Terlihat semangat baru di wajah ustadzah yang sadar bahwa selama ini ia berada di bawah pengaruh setan, agar sukar menjadi orang yang pemaaf, padahal dalam dakwahnya hal itu sangat ditekankan.
“Rasanya aku menemukan jiwa ku yang baru, jiwa yang sudah sekian lama menjauh dariku. Wahai jiwaku yang dulu, apa kabarmu? Rindukah kau bermunajat di penghujung malam menyerahkan hidup dan matimu, juga tetek-bengek semua urusanmu hanya kepada Allah? Duuuh jiwaku yang dulu kembalilah kau di jalanNya.! Isilah hidupmu dengan jihad fisabilah! Kau masih dibutuhkan oleh jemaahmu, kau masih ditunggu oleh simbah-simbah yang sering kau ajak embat-embatan. Kau beri motivasi. Mereka dengan falsafah jawanya begitu nerimo ing pandhum dengan apa yang sudah menjadi nasibnya. Kepasrahannya terhadap segala sesuatu yang mereka dapatkan. Bukankah hubungan silahturahimi dengan kaum duafa juga yang membuat hatimu puas dan dadamu lapang. Ayo kembalilah, kembalilah, aku rindu aku rindu, wahai hatiku yang bersih dan jernih.” Dialog itu bersahut-sahut memenuhi dadanya.

******
Dalam renungannya yang cukup panjang akhirnya Khadijah sang ustadzah membuka matanya. Sirna sudah kejadian tujuh tahun yang lalu ketika tiba-tiba terlintas secara detail di alam bawah sadarnya Anak gadisnya yang mengalami prahara sekarang sudah menjadi dosen STAIN, dengan spesialisasi mengajar tafsir Al Qur’an. Alhamdulillah iapun  seorang yang hafitd Al Quran. 
“Sebentar lagi aku menimang cucu.” Kata Khadijah dengan senym mengembang. Qumairoh yang  dinikahkan tahun lalu sudah hamil 3 bulan.
“Kalau dulu aku aktifis pengajian, yang dengan seijin suamiku sering berada di luar rumah karena urusan dakwah. Sekarang kubatasi. Cukup seminggu dua kali. Sehingga aku punya waktu lebih banyak lagi untuk fokus ke dalam rumah. Ternyata banyak sekali yang bisa kukerjakan dari dalam rumah. Mulai dari mengganti media tanaman hias sampai dengan meramu obat-obatan herbal, yang bisa aku gunakan ataupun berbagi dengan orang yang membutuhkan. Bukankah saat ini Zamannya Back to nature.” Khadijah asyik bercengkrama dengan tamunya di teras rumah
“Kegiatanku tidak seaktif dulu lagi selain kesehatanku tidak sekuat dulu , saat ini sudah ada penggantiku yang aku kader cukup lama. Yang menenangkan hatiku Ustadzah Hafsoh bisa memberi dakwah dan pencerahan lebih bagus dari aku,” tandasnya.
“Ternyata aku kuat menghadapi ujian yang diberikan Allah. Aku lulus dan dapat nilai cum-laude. Seberat apapun cobaan yang menimpa, asal dilihatnya sebagai rahmat, atau sebagai batu ujian untuk mendapatkan derajat yang lebih tinggi. Insyaallah tidak ada kesedihan , tidak ada keraguan, ketika menerima musibah yang kubro maupun yang syugro. Allah telah merencanakan semua sesuai dengan apa yang Allah inginkan dari hamba-Nya.” Curhatnya yang  penuh arti  mengakhiri obrolan itu dengan tamunya sore hari ini. 
Khadijahpun bersiap menunggu datangnya malam. Terlihat mega indah tanda sebentar lagi sang mentari pergi keperaduan dan akan kembali esok hari dengan rencana Allah yang menjadi rahasia-Nya.

Dari Buku The Stories of Wonder Women  By Sri Sugiastuti 

4 komentar:

  1. Terima kasih telah berbagi infonya Bu kanjeng sehat selalu dan sukses

    BalasHapus
  2. Menjadi pelajaran bun dalam menjaga amanah Allah yang dititipkan.

    BalasHapus
  3. Inspiring dan ada Ibrah yang mencerahkan dan Mencerdaskan. Smg Bu Kanjeng tetap sehat wal afiat senantiasa dlm lindungan Allah SwT bersama keluarga. Aamiin

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...